|
Photo from flickr |
"Semuanya akan baik-baik saja," Ini adalah kesekian kalinya dia mengingatkanku. Tangan kirinya menggenggam erat tanganku, sedang tangan kanannya juga menggenggam erat yang lain. Sebut aku aneh. Ketika teman-temanku saling mengendurkan genggaman tangan, dan bersorak tak sabar untuk jatuh, aku justru mengeratkan genggamanku, menutup mataku.
Mereka bilang, dibawah sana jauh lebih asik. banyak hal yang bisa mereka dengarkan. Sedang diatas katanya membosankan. Tidak ada hal lain selain ruang tanpa batas. Tidak ada pekerjaan selain mengikuti arah angin. Dan tidak ada hal menarik selain tabrakan antar rombongan. Berbeda denganku. Aku tidak suka mendengarkan lelucon orang, atau pertengkaran orang. Maksudku, itu benar-benar bukan urusanku. Ruang luas tak terbatas membuatku tenang, aku tidak suka keramaian. Tapi untuk urusan tabrakan rombongan, aku membencinya. Karena mereka akan menghasilkan gledek dan sesaat kemudian aku akan jatuh. Aku benci jatuh.
"Sebentar lagi, cobalah kendurkan genggamanmu, kau akan dapat banyak cerita dibawah" dia berkata kembali diantara gaduhnya gledek dan beraatnya beban kami.
Aku akan jatuh.
Mereka saling melepas genggaman tangan. Diapun. Dia melepaskan genggaman kami.
"Kita akan bertemu lagi," dia berteriak.
Aku jatuh.
.
.
.
Bumi basah.
Aku hanya bisa berharap tidak jatuh di jalan. Aku tidak mau terlindas mobil atau semacamnya. Aku lebih suka jatuh ke danau, atau selokan juga tak apa, kemudian buru-buru menguap dan kembali ke ruang tanpa batas.
Tapi kurasa aku tidak jatuh di danau, pun selokan.
Aku akan jatuh tepat di dahi perempuan yang sedang menengadah. Bersama seorang laki-laki.
"Hujan," aku bisa mendengar samar sang laki-laki berkata
"Aku benci hujan," kata perempuan tepat saat aku hinggap di dahinya.
"Karena hujan membuatmu dingin?" sang laki-laki terkekeh.
"Tidak, aku kasihan pada awan-awan yang jatuh. Apa mereka merasakan sakit? Apa mereka sedih karena saling berpisah menjadi butiran air? Apa mereka bisa mendengar kita? Apa mereka berharap kembali ke langit?" si perempuan menurunkan kepalanya, dan kini aku berada diujung hidungnya.
"Kalau aku jadi mereka, iya. Aku akan berharap bisa kembali ke langit,"
"Aku juga. Sepertinya diatas menyenangkan, tak perlu dengar klakson disana-sini"
"Hey, kau benar. Diatas sangat menyenangkan," aku mulai berhayal andai mereka mendengarku
"Terus pandangan kita tak terhalang gedung-gedung tinggi. Kita jadi bisa lihat senja," si laki-laki mengimbangi
"Benar. Dan waktu malam, kita bisa lihat bintang banyak!" Mereka terkekeh
"Ya, akupun suka dengan senja dan bintang. Mereka mengagumkan. Apa kau tahu? Senja terlihat lebih indah diatas, yah, kecuali kau menatap langsung mataharinya. Dan kau bisa melihat lebih banyak bintang disana,"
"Tapi mungkin kita akan tertabrak pesawat," laki-laki itu tertawa
"Enak sekali sepertinya menjadi awan," si perempuan kembali menengadah dan aku hampir jatuh.
"Ya, kecuali kita awan, kita tak perlu takut tertabrak pesawat,"
"Paling hanya takut hujan," si laki-laki kembali tertawa. Kini disusul si perempuan
"Tak perlu khawatir, kau akan kembali lagi ke atas. Aku juga benci hujan, tapi aku tau aku tidak bisa apa-apa. Cepat atau lambat, ketika aku diatas, aku akan jatuh membasahi kalian, kemudian aku akan sampai di sungai atau danau, atau laut, menunggu matahari, kemudian menguap, dan berkumpul bersama teman-teman diatas. Kemudian jatuh lagi. Percayalah, ada juga sisi membosankan menjadi awan. Kalian, manusia, bisa melakukan ini-itu dan keluar jalur kalian. sementara aku? Ah, yah, baiklah, tuhan punya rencana untuk kita semua. Aku percaya. Siklus kita pun sama. Kita sama sama akan merasakan roda kehidupan. Kadang kita diatas, kadang dibawah. Dan tentu saja, kita lebih suka diatas. Dan jika jatuh, tak perlu khawatir. Kita akan kembali lagi,"
"Fe, ayo berteduh," si laki-laki merangkul bahu perempuan dan menggiringnya berteduh di pinggir jalan, karena rombonganku datang semakin banyak
"Baiklah," si perempuan bersiap mengusapku di hidungnya
"Hey, tunggu. Dengarkan aku dulu. Aku awan. Aku akan menceritakan lebih banyak tentang langit," Bodoh, memangnya mereka dengar?
Aku diusap.
.
.
.
Aku jatuh.
Ke jalan.
Gawat.